Potret Buram Pendidikan di Indoensia

Rabu, 20 Oktober 2010

‘’Apa guna sekolah-sekolah didirikan kalau toh tak dapat mengajarkan mana baik mana tidak, mana benar, mana tidak’’ (Pramoedya Ananta Toer; Bumi Manusia).

Berbicara pendidikan berarti kita membicarakan tentang manusia dan eksistensinya di makro kosmos, sebagaimana tujuan pendidikan yakni proses untuk memanusiakan manusia. Sesungguhnya narasi agung ini sangatlah spektakuler dan mulia, ketika kita melihat peran dan realisasi dari pendidikan kita di Indonesia, maka tujuan diatas masih membutuhkan sebuah kekuatan atau upaya sungguh-sungguh dari seluruh elemen Masyarakat secara keseluruhan dan pemerintah sebagai penangunggjawab secara khusus. Karena telah jelas dan signifikan fungsi pendidikan dalam mewujudkan tatanan sosial Masyarakat yang sadar akan pembangunan maupun kemajuan bersama suatau Daerah dan Negara, pendidikan merupakann bagian dari sejarah Masyarakat kita, yang bahkan kita harapkan untuk membentuk Masyarakat hari ini. Dalam pandangan penulis, tingkat pendidikan suatu daerah akan menjadi barometer dan penunjang dalam menggerakan suatau Daerah untuk menuju pada cita-cita pembangunannya, pendidiakan yang dinamis akan melahirkan pervorma Masyarakat yang berkualitas dan sadar.


Mengkaji sistem pendidikan di Negara ini, melahirkan berbagai kontradiksi dan distingsi yang hadir karena kekecewaan dari Masyarakat, mari kita lihat kerja pemerintah dalam mensosialisasikan tentang model pendidiakan yang non-diskriminatif, misalnya pendidikan yang adil dan merata untuk semua warga negera, tetapi kemudian harapan itu hanya menjadi sebuah diskursus sehingga tidak pernah kita lihat implementasinya hingga saat ini, disisi yang berbeda pemerintah malah mengeluarkan regulasi dan format pendidikan yang mencoba menyeragamkan (uniform) siswa atau anak didik. Mulai dari buku diktat, pakayan sekolah, kaoskaki, hingga sepatu, yang menurut penulis tidak terlalu substansial dalam merealisasikan mutu dan kualitas pendidikan hari ini bahkan kedepannya, dalam waktu yang bersamaan ternyata kebijakan demikian malah kontras dan terjadi over lapping, kita lihat saja penetapan biaya SPP, pendaftaran unuk masuk sekolah atau perguruan tinggi yang begitu mahal pembiayayannya, pemerataan fasilitas pendidikan yang tidak merata, dan pemberian kurikulum pendidikan yang masih cenderung sentralistis sehingga menafikkan kondisi lokal dimana pendidikan itu berada, semua kebijakan yang diambil pemerintah seperti demikian jelas-jelas sangatlah diskriminatif. 




0 komentar:

Posting Komentar

Language

Baca Juga

Adsense Indonesia
 
Theme by New wp themes | Bloggerized by Dhampire