Bagaimanakah Kualitas Pendidikan Kita?

Selasa, 29 Juni 2010

Sementara orang mengkritik, kualitas pendidikan kita akhir-akhir ini merosot. Apalagi bila diukur dari hasil Ujian Nasional yang baru saja diumumkan. Ujian Nasional tahun 2010 rata-rata lebih rendah bila dibandingkan hasil tahun lalu. Kenyataan itu menjadikan sementara orang mengatakan bahwa kenaikan anggaran tidak sebanding lurus dengan kenaikan prestasi yang dihasilkan.

Komentar sinis lainnya mengatakan bahwa, kenaikan anggaran hanya berhasil meningkatkan kesejahteraan guru. Dampak lain dari kebijakan kenaikan anggaran pendidikan dianggap belum ada. Melalui komentar itu, seolah-olah peningkatkan kualitas pendidikan bisa dilihat secara mudah seperti proses jual beli. Tatkala uang diserahkan kepada penjual, maka barang berkualitas bisa segera diterima. Padahal, proses pendidikan tidak sesederhana seperti itu.


Peningkatan kualitas pendidikan memang mudah dilakukan, tetapi hasilnya tidak secepat bisa dilihat. Bahkan tidak segampang melihat hasil merawat tanaman. Dalam bertanam jika diinginkan tanamannya subur, apalagi tanaman sayuran misalnya, baru beberapa hari ditambah pupuknya, tanaman itu akan meningkat kesuburannya. Pertumbuhannya lebih cepat, daunnya cepat subur, dan barangkali juga cepat berbuah. Hal demikian itu akan sangat berbeda dari peningkatan kuliatas pendidikan.

Anak-anak sekolah dengan dibelikan buku, alat tulis dan tas sekolah, tidak serta merta sebulan kemudian kelihatan, bahwa akhlak dan kepintarannya tambah meningkat. Demikian pula, hanya tatkala menaikkan gaji guru. Kesejahteraan guru, ----sekalipun itu penting, sebenarnya hanya merupakan bagian kecil dari berbagai aspek pendidikan. Jika gaji guru ditingkatkan, mereka akan bertambah bahagia, nasipnya mulai diperhatikan oleh pemerintah. Akan tetapi kegembiraan guru itu tidak serta merta, atau secara mendadak berdampak pada peningkatan nilai ujian para siswanya.

Peningkatan kesejahteraan guru jelas ada dampaknya terhadap proses belajar dan mengajar. Gaji guru rendah sehingga tidak mencukupi kebutuhan keluarga, maka berpengaruh pada kinerjanya. Mereka segera meninggalkan tugas untuk mencari tambahan, dengan kerja sambilan, misalnya memberi kursus, bahkan bekerja sebagai ojek, atau lainnya. Dengan dinaikan gajinya, mereka akan senang, dan setidak-tidaknya merasa dihargai, sehingga mereka lebih betah berada di sekolah. Suasana seperti itu, dalam waktu lama akan menumbuh-kembangkan iklim belajar para siswa.

Kenyataan menurunnya angka kelulusan ujian nasional yang baru saja diumumkan dari tahun lalu, sesungguhnya tidak serta merta bisa disebut kualitas pendidikan mengalami penurunan. Tentu tidak semudah itu menyimpulkannya. Angka rata-rata turun, memang betul, tetapi bukankah masih akan ada ujian ulangan. Lagi pula, kelulusan mencapai sekitar 89, 8 % dalam ujian tingkat nasional adalah merupakan prestasi yang cukup tinggi. Tidak mungkin dalam ujian tingkat nasional semua pesertanya lulus. Dalam ujian apapun selalu ada yang tidak lulus.

Komentar negative, -----terutama dari para orang tua, terhadap kelulusan itu adalah hal wajar. Semua orang tua ingin melihat anak-anaknya lulus. Mereka tidak ingin mendengar berita bahwa anaknya gagal dalam ujian. Apalagi, pada saat ini orang tua terlalu memanjakan anak-anaknya. Orang tua memperlakukan anaknya kadang melebihi takaran sewajarnya. Kita lihat saja, anak masuk perguruan tinggi masih harus diantarkan. Bahkan tatkala pulang pun dijemput. Anak sekarang terlalu dilindungi, hingga daya kreativitas dan kemandiriannya terpasung oleh perilaku orang tuanya sendiri.
Upaya pemerintah dalam memperbaiki pelayanan pendidikan sesungguhnya sudah kelihatan hasilnya. Gedung sekolah dan fasilitas lain, tampak dari tahun ke tahun di mana-mana selalu meningkat. Jika terdapat satu atau dua sekolah di beberapa tempat rusak berat hingga perlu segera diperbaiki, adalah bukan kesalahan kebijakan secara umum, melainkan kesalahan pejabat setempat yang bersifat kasuistik.

Mengurus bangsa yang sedemikian besar, dan apalagi mereka menempati wilayah yang sedemikian luas, bukanlah tugas yang mudah. Belum lagi mereka memiliki kharasteristik, adat istiadat, budaya yang beraneka ragam, tentu menjadikan beban itu semakin berat. Siapapun pejabatnya, akan mengalami kesulitan yang sama dalam memberikan pelayanan secara merata dan berhasil memenuhi keinginan semua orang.

Melihat secara jernih kondisi obyektif kiranya perlu dilakukan, agar dari tahun ke tahun yang terdengar tidak saja suara mengeluh secara berlebih-lebihan. Banyak mengeluh biasanya selalu dibarengi dengan sikap kurang bersyukur. Kemampuan mensyukuri keberhasilan adalah pertanda sebagai orang sehat, baik jasmani maupun rohani. Itulah sebabnya, orang yang mampu bersyukur, maka keberhasilannya selalu akan meningkat, dan demikian pula sebaliknya.

Misi penting pendidikan itu sendiri, satu di antaranya adalah membangun peserta didik agar kelak pandai menyukuri apa yang berhasil diraihnya. Sebagai tanda orang yang bersyukur adalah tidak terlalu banyak mengeluh. Banyak mengeluh pertanda yang bersangkutan tidak terlalu sehat. Merasa perlu adanya peningkatan apa yang diraih secara terus menerus adalah keniscayaan. Akan tetapi selalu menggerutu, merasa kurang, dan menyalahkan orang lain, adalah bukan sikap yang seharusnya dikembangkan. Jika suasana batin seperti itu yang terjadi di mana-mana, ------ sekalipun secara fisik sarana dan prasarana pendidikan meningkat, maka hasil pendidikan bisa dikatakan belum berhasil dan bahkan merosot. Wallahu a’lam.

Sumber di sini

1 komentar:

Risal Faqih mengatakan...

kualitas pendidikan di Indonesia Semakin jauh dari harapan...
yang ada komersialisasilah yang semakin meningkat...

Posting Komentar

Language

Baca Juga

Adsense Indonesia
 
Theme by New wp themes | Bloggerized by Dhampire