Kebijakan sekolah gratis untuk SD-SMP yang ditetapkan pemerintah mulai tahun ajaran 2009/2010 memang melegakan masyarakat, tetapi pada praktiknya ternyata menimbulkan kebingungan di kalangan orangtua.
Kebingungan tersebut muncul terkait dengan kekhawatiran akan mutu pendidikan di sekolah akibat minimnya kucuran dana dari pemerintah. Sejumlah siswa dan orangtua pada jenjang SD-SMP di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Senin (20/7), mengatakan, hingga pekan pertama sekolah mereka belum dikenai sejumlah biaya pendidikan yang biasanya sudah diinformasikan guru. Informasi seputar uang gedung atau uang pangkal untuk siswa baru juga belum terdengar.
”Sampai sekarang belum ada biaya yang aneh-aneh. Anak saya yang baru masuk SD juga tidak ada pungutan sejak pendaftaran. Mudah-mudahan itu karena kebijakan sekolah gratis.
Namun, mutu belajar di sekolah setidaknya harus lebih baik atau setidaknya dipertahankan,” kata Isel (45), warga Jakarta yang dua anaknya sekolah di salah satu SD negeri di Ciracas, Jakarta Timur.Kebingungan tersebut muncul terkait dengan kekhawatiran akan mutu pendidikan di sekolah akibat minimnya kucuran dana dari pemerintah. Sejumlah siswa dan orangtua pada jenjang SD-SMP di wilayah Jakarta dan sekitarnya, Senin (20/7), mengatakan, hingga pekan pertama sekolah mereka belum dikenai sejumlah biaya pendidikan yang biasanya sudah diinformasikan guru. Informasi seputar uang gedung atau uang pangkal untuk siswa baru juga belum terdengar.
”Sampai sekarang belum ada biaya yang aneh-aneh. Anak saya yang baru masuk SD juga tidak ada pungutan sejak pendaftaran. Mudah-mudahan itu karena kebijakan sekolah gratis.
Kekhawatiran Isel beralasan. Guru anaknya yang duduk di kelas III hingga saat ini tidak mewajibkan buku teks pelajaran. Di sekolah disediakan buku teks pelajaran yang hanya dipinjamkan kepada siswa saat jam pelajaran.
”Kalau anak punya pekerjaan rumah dan mau belajar lagi, susah juga. Bukunya tak boleh dibawa pulang. Memakai bukunya pun berbagi dengan teman. Seharusnya yang namanya sekolah gratis, pemerintah sudah siap, termasuk buku teksnya,” kata Isel.
Tidak gencarnya sekolah menarik pungutan kepada siswa SD- SMP juga dirasakan orangtua siswa di Yogyakarta. Meski demikian, sejumlah wali murid berharap pendidikan gratis yang berlaku jangan menurunkan kualitas pendidikan di Kota Yogyakarta.
”Yang kami harapkan adalah pendidikan murah dan terjangkau, bukan gratis tapi tidak bermutu,” ujar salah seorang wali murid, Agus Nugroho (40), yang mendaftarkan anaknya di Kompleks SD Ungaran Kota Yogyakarta.
Akan tetapi, kata Agus, dari sejumlah informasi yang diperoleh, dana bantuan operasional sekolah dan provinsi yang dikucurkan masih minim sehingga sekolah juga selektif dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang mendukung kemajuan siswa.
”Tentu ada kegiatan-kegiatan yang harus dikurangi jika hanya mengandalkan dana dari sekolah,” kata Agus.
Dwi Markoni, Kepala SMPN 14 Bandung, menjelaskan, sekolah tidak lagi menetapkan biaya pungutan kepada siswa dengan tak semena-mena. Dengan dana bantuan operasional dari pusat dan provinsi, sekolah sebenarnya sudah bisa merancang program-program pendidikan untuk siswa, tetapi kegiatan yang bisa dilaksanakan terbatas.
Menurut Dwi, dana bantuan operasional itu sebenarnya hanya cukup untuk biaya seperti honor guru, pembayaran listrik dan air, pembelian alat-alat tulis, serta biaya operasional lain yang sifatnya rutin. Jika digunakan untuk memenuhi keinginan masyarakat, yaitu agar siswa tidak hanya terbatas belajar di ruang kelas, tentu saja masih kurang.
”Di sekolah kami memang tidak ada pungutan-pungutan. Jika orangtua ingin ada kegiatan-kegiatan penunjang buat anak, anggaran untuk itu mereka yang harus membuat dan menentukan pungutan untuk tiap siswa. Akan tetapi, sekolah akan tetap memantau supaya jangan memberatkan, dan yang mesti dijamin, siswa tidak mampu tidak boleh dipungut,” ujar Dwi.
Sesuai dengan buku pedoman bantuan operasional sekolah 2009, dana itu digunakan untuk biaya penerimaan siswa baru, buku referensi, buku teks pelajaran, pembelajaran (remedial, pengayaan, olahraga, dan kesenian), ujian, pembelian bahan-bahan habis pakai, pembiayaan langganan daya listrik/air, pembiayaan perbaikan sekolah, pembayaran honorarium, pengembangan profesi guru dan pelatihan, biaya transpor siswa miskin, pembiayaan pengelolaan bantuan operasional sendiri, serta pembelian perangkat komputer.
Akan tetapi, pada kenyataannya, akibat dana bantuan masih minim, siswa pada akhirnya masih dipungut untuk biaya operasional.
1 komentar:
yah beginilah klo sekolah gratis, sepertinya pemerintah tidak ikhlas memberikannya. Kunjungin blog saya kawan :) thanks ya
oempak.blogspot.com
Posting Komentar